Melihat Lebih Dekat: Perbandingan Antara Hak Keistimewaan dan Keterbatasan Sosial Ekonomi

Melihat Lebih Dekat: Perbandingan Antara Hak Keistimewaan dan Keterbatasan Sosial Ekonomi
Saya mengambil kutipan dari pernyataan Dokter Tirta Lee, yang memiliki tujuan untuk menyadarkan bahwa individu yang memiliki hak istimewa seharusnya tidak meremehkan mereka yang tidak memiliki hak istimewa, terutama mereka yang mengklaim bahwa mereka memulai dari nol.


Perbandingan Antara Hak Keistimewaan dan Keterbatasan Sosial Ekonomi

Sebagai contoh, mari kita pertimbangkan hak istimewa:

Misalnya, apabila seorang individu memiliki ayah yang merupakan seorang pengusaha di bidang toko bangunan, dan individu tersebut telah berhasil menyelesaikan pendidikan kuliah dan langsung terlibat dalam mengelola bisnis ayahnya. Ayahnya sudah membangun pelanggan setia dan memiliki modal yang cukup.

Namun, apakah kita seharusnya merasa iri dengan mereka yang memiliki hak istimewa?


Tidak. Meskipun demikian, sering kali muncul perasaan frustrasi ketika seseorang yang memiliki hak istimewa meremehkan kehidupan dengan pandangan yang sederhana, seolah-olah mereka menganggap hidup itu sebanding dengan mengatur ukuran baju.

Sebagai contoh konkret, kita mungkin ingin mempertimbangkan bahwa ukuran baju yang kita kenakan di masa lalu adalah sama, tidak peduli apa latar belakang kita. Sebagai ilustrasi, jika kita terlahir dalam keluarga yang memiliki profesi sebagai tukang becak, kita akan dihadapkan pada tantangan-tantangan yang sama.

Dalam pandangan Dokter Tirta:

Anak-anak dari keluarga yang kaya memiliki dua hak istimewa yang mencolok
  • Modal finansial yang memadai.
  • Mereka memiliki peluang yang lebih besar untuk mencoba berbagai usaha (Jika sebuah usaha mengalami kegagalan, mereka masih memiliki jaring pengaman dari orang tua untuk menyediakan modal baru).
Namun, bagi mereka yang kurang beruntung secara finansial:

Kegagalan sekecil apa pun akan memiliki dampak yang besar, karena mereka mungkin tidak memiliki peluang kedua untuk mencoba lagi (Sumber modal dari mana?)

Kegagalan bagi orang-orang dengan latar belakang finansial yang terbatas sulit diterima dengan lapang dada (karena peluang untuk mencoba kembali bisa menjadi sangat terbatas).

Kegagalan bukanlah hal yang umum bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial yang cukup (karena mereka memiliki akses yang lebih besar terhadap modal dan kesempatan untuk mencoba lagi).

Kegagalan memiliki konsekuensi yang besar bagi mereka yang kurang memiliki sumber daya keuangan (karena pertimbangan modal menjadi faktor yang sangat kritis).

Semakin sulit situasi finansial seseorang, semakin besar rasa takut terhadap kegagalan (karena pertanyaannya adalah, dari mana modal akan datang?). 

Bagi mereka yang tidak memiliki keleluasaan finansial, pertimbangan risiko dan kerugian menjadi faktor yang sangat penting sebelum memutuskan untuk terlibat dalam usaha.

Karena itu, bagi mereka yang memiliki keterbatasan finansial, pengumpulan modal secara bertahap melalui pekerjaan paruh waktu atau tabungan merupakan langkah penting sebelum berani mengambil risiko yang lebih besar.

Motivator sering mengajak individu untuk mengambil peluang sebanyak mungkin selama masih muda. 

Namun, bagaimana mungkin seseorang dapat mengambil peluang tersebut ketika ada tanggung jawab untuk membantu keluarga, seperti memberikan dukungan finansial kepada adik-adik atau orang tua? Oleh karena itu, peluang sering kali harus ditunda hingga usia yang lebih matang, misalnya pada usia 40-an.

Semakin kurangnya sumber daya keuangan yang dimiliki seseorang, semakin besar rasa takut terhadap kegagalan. 

Keterbatasan modal sering kali mencegah seseorang untuk mengambil risiko besar, karena risiko tersebut dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar dan mungkin tidak bisa ditutupi lagi.

Namun, bagi mereka yang memiliki keleluasaan finansial yang lebih besar, kecenderungan adalah meremehkan risiko dan memandangnya sebagai tantangan yang dapat diatasi. 

Keyakinan ini sering kali muncul karena adanya keyakinan bahwa semua akan baik-baik saja jika memiliki uang.

Namun, kita perlu diingat bahwa setiap individu memiliki garis hidup yang unik dan ukuran yang berbeda-beda. Terlepas dari upaya kita untuk mengendalikan jalannya hidup, kita seharusnya tetap yakin bahwa takdir yang diatur oleh Tuhan adalah yang terbaik bagi kita.


Penutup

Akhirnya, kita dihadapkan pada pandangan baru yang mendorong perubahan dalam cara berpikir kita untuk mencapai kebahagiaan. Sebab, kebahagiaan merupakan kunci utama dalam mencapai kekayaan. Namun, sebaliknya, tidak semua orang yang memiliki kekayaan akan merasa bahagia.
LihatTutupKomentar